🥊 Paham Ahlussunnah Waljamaah Dalam Bidang Akidah Menganut Ajaran Tauhid
KonsepAhlussunnah Waljamaah diambil dari kitab al-Kawakib al-Iamah karya K.H. Abdul Fadlol Senori, Tuban yang kemudian disahkan dalam Muktamar XXIII di Solo (1962) serta di restui oleh para kiai dan akhirnya menjadi dasar dan faham yang kuat dan mengakar bagi NU sampai sekarang ini.
SesungguhnynyaAhlus Sunnah wal Jama'ah berjalan di atas prinsip-prinsip yang jelas dan kokoh baik dalam itiqad, amal maupun perilakunya. Seluruh prinsip-prinsip yang agung ini bersumber pada kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dan apa-apa yang dipegang oleh para pendahulu umat dari kalangan sahabat, tabi'in dan para pengikut mereka yang setia.
3Sebaiknya dalam menghadapi JIL, kita lebih mengutamakan nash-nash qath'i dari Al-Quran dan Hadits-hadits sharih dengan menerangkan ashbabun nuzul/wurud. Penguraian semacam itu termasuk paling jitu, karena kita mampu menerangkan kepada umat islam duduk permasalahan yang sesungguhnya, dan secara otomatis dapat menelanjangi pemikiran sesat
Aqidah ahlussunnah wal jama¶ah menganut paham Asyariyah dan Maturidiyah, jika dalam bidang Syariah, ahlussunnah jamaah mengikuti salah satu madzhab dari empat madzhab yang ada, dan dibidang tasawuf ahlussunnah wal jamaah mengikuti paham Imam Ghazali dan Imam Junaid al-Baghdadi. Sebut saja Ahlussunnah wal jama¶ah dengan bahasa familier umat
PahamIslam Ahlussunnah Wal Jamaah yang dianut NU, dibidang fiqih menganut madzhab empat: Hanafi, Maliki, SyafiI dan Hambali. Adapun dalam bidang kalam menganut madzhab Asyariyah dan Maturidiyah-Asyariah artinya penganut pemikiran al-Asyari (sebagai analogi: Webwrian artinya penganut pemikiran Max Weber).
Hiwar) dan menyampaikan pendapat-pendapatnya dalam bidang Aqidah Islamiah. Berikut beberapa tulisan beliau dalam bentuk buku adalah: 1. Buku madzhab asyari benarkah ahlussunnah wal jamaah? 2. Buku pengantar ahlussunnah wal jamaah 3. Buku jurus ampuh membungkam HTI 4. Buku debat terbuka sunni & wahabi di masjidil haram 5.
Tidakpernah terjadi perbedan dalam bidang akidah. Mereka membaca dan memahamkan al qur'an tanpa mencari ta'wil dari ayat yang mereka baca. yang kemudian dijadikan landasan bagi firqah ahlussunnah waljamaah. Sedikitnya ada 6 riwayat hadits tentang firqah/millah yang semuanya sanadnya dapat dijadikan hujjah karena tidak ada yang dloif
ØDalam bidang Ahlaq (Tasawuf) selaras dengan ajaran Imam Al Gozali dan al Junaidi al Bagdadi. Di antara ajaran (akidah) Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah : Ø Meyakini Wujudnya Allah. Ø Meyakini bahwa Allah Maha Esa (baik dzat, sifat maupun perbuatannya). Ø Meyakini terhadap sifat-sifat Allah (sifat wajib 20, sifat mustahil 20, sifat jaiz 1).
Dengandemikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah Islam yang dibawa oleh Rasulullah dan golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah umat Islam. Sedang golongan-golongan ahli bid'ah, seperti Mu'tazilah, Syi'ah (Rawafid) dan lain-lain, adalah golongan yang menyimpang dari ajaran Rasulullah Saw yang berarti menyimpang dari ajaran Islam.
haGSnK. Jakarta - Ahlussunnah wal Jamaah atau aswaja merupakan pemahaman tentang akidah yang berpedoman pada sunnah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Siapa ulama pelopor aswaja?Dikutip dari buku Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah oleh Subaidi, secara terminologis, Ahlussunnah wal Jamaah berasal dari tiga kata, yaitu1. Ahlun yang artinya keluarga, golongan atau pengikut, komunitas. 2. Sunnah yang artinya segala sesuatu yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, yakni semua yang datang dari Nabi Muhammad SAW baik berupa perbuatan, ucapan, dan pengakuan Nabi Muhammad Al-Jamaah yang artinya apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah SAW pada masa Khulafaur Rasyidin, yakni Khalifah Abu Bakar ra., Umar bin Khattab ra., Utsman bin Affan ra., dan Ali bin Abi Thalib ketiga kata tersebut, disimpulkan bahwa Ahlussunnah wal Jamaah adalah golongan yang mengikuti perilaku Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya pada zaman pemerintahan Khulafaur Syekh Hasyim Asy'ari dalam Zidayat Ta'liyat, Ahlussunnah wal Jamaah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadits dan ahli fiqih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi SAW dan sunnah Khulafaur Rasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat al-Fiqrah an-Najiyah. Saat ini, kelompok tersebut terhimpun dalam mazhab yang empat, yaitu mazhab Hanafi, Syafi'i, Maliki, dan dari buku Intisari Aqidah Ahlusunnah wal Jamaah oleh AA. Hamid al-Atsari, Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, imam Ahlus Sunnah berkata"Pokok sunnah menurut kami Ahlussunnah wal Jamaah adalah berpegang teguh pada apa yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW dan mengikuti mereka serta meninggalkan bid'ah. Segala bid'ah itu adalah sesat." Lihat al Baghawi dalam kitab Syarhus Sunnah dan Imam as-Suyuthi al-Amru bil Ittiba' wan Nahyu 'anil Ibtida'Aswaja sebagai mazhab atau paham dipelopori oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Imam Al Ghazali mengatakan, "Jika disebutkan Ahlussunnah wal Jamaah maka yang dimaksud adalah pengikut Al-Asy'ari dan Al-Maturidi."Aliran Ahlussunnah wal Jamaah pada bidang akidah atau ubudiyah berkembang menjadi berbagai bidang, seperti syariah atau fiqih dan tasawuf. Dalam bidang akidah mengacu pada Imam Asy'ari dan Imam Maturidi. Sedangkan, dalam fiqih atau hukum Islam mengacu pada salah satu empat mazhab, yaitu Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali yang berlandaskan Al Quran, hadits, ijma dan hikmah, itulah penjelasan dan pelopor aswaja. Semoga penjelasan di atas dapat menambah ilmu dan pengetahuan Sahabat Hikmah!Simak juga 'Bacakan Zikir dan Doa Kebangsaan, Menag Perkenalkan 5M + 1D'[GambasVideo 20detik] kri/nwy
Di dalam mempelajari Ilmu Tauhid atau aqidah, madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah Aswaja menggunakan dalil nadli dan aqli. Dalil naqli ialah dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW dan dalil Aqli ialah dalil yang berdasarkan akan pikiran yang sehat. Sebagaimana dikemukakan bahwa madzhab Mu’tazilah mengutamakan dalil akal dari pada dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka berani menafsirkan Al-Qur’an menurut akal mereka, sehingga ayat-ayat Al-Qur’an disesuaikan dengan akal mereka. Apabila ada hadits yang bertentangan dengan akal, mereka ditinggalkan itu dan mereka berpegang kepada akal pikirannya. Ini merupakan suatu these aksi yang akhirnya menimbulkan antithesa reaksi yang disebut golongan Ahlul Atsarأهل الأثار Cara berpikir Ahlul Atsar adalah kebalikan cara berpikir golongan Mu’tazilah. Ahlul Atsar hanya berpegangan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka tidak berani menafsirkan Al-Qur’an menurut akal, karena khawatir takut keliru, khususnya dalam ayat-ayat Al-Mutasyabihaat mereka menyerahkan maknanya kepada Allah SWT. Seperti firman Allah SWT dalam surat al-Fath [48] ayat 10 َيدُاللهِ فَوْقَ أَيْدِيْهِمْ “Tangan Allah di atas tangan mereka”. Ahlul Atsar tidak mau menafsirkan apa yang dimaksud dengan tangan pada ayat tersebut, mereka menyerahkan maknanya kepada Allah SWT. Fatwa mereka hanya berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah semata. Apabila mereka tidak menjumpai dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah mereka tidak berani untuk berfatwa. Dari golongan ini lahirlah seorang Imam yang bernama Muhammad bin Abdul Wahab. Beliau dilahirkan di Nejed tahun1703 M. Dengan demikian, madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah yang dibawakan oleh Al-Imam Abdul Hasan Al-Asy’ari dan Abu Manshur Al-Maturidi mengembalikan ajaran Islam kepada Sunnah Rasulullah SAW dan para shahabatnya dengan berpegangan kepada dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan tidak meninggalkan dalil-dalil akal. Artinya memegang kepada dalil akal tetapi lebih mengutamakan dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Cara Mempergunakan Dalil dalam Ilmu Tauhid Madzhab Ahlusunnah wal Jama’ah mendahulukan atau mengutamakan dalil naqli dari pada dalil aqli. Jika akal manusia diibaratkan mata, maka dalil naqli diibaratkan pelita. Agar mata kita tidak tersesat, maka pelita kita letakkan di depan kemudian mata mengikuti pelita. Akal manusia mengikuti dalil Qur’an dan Hadits bukan Qur’an dan hadits yang disesuaikan dengan akan manusia. Rasulullah SAW bersabda لاَدِيْنَ ِلمَنْ لاَ عَقْلَ لَهُ tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal. Maksudnya, orang yang berakal menerima agama. Akal menerima agama, bukan agama menerima akal, karena akal manusia bermacam-macam. Agama ialah syariat yang diletakkan oleh Allah SWT bersumberkan kepada wahyu dan sunnah Rasulullah SAW bukan bersumberkan kepada akal. Agama bukan akal manusia dan akal manusia bukan agama. Fatwa agama yang datang dari mana pun saja kalau tidak berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah, Al-Ijma’ dan Al-Qiyas wajib kita tolak. Maka di dalam ilmu Tauhid kita berpegangan kepada Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi. Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dilahirkan di Bashrah pada tahun 260 H dan wafat tahun 324 H. Beliau belajar kepada ulama’ Mu’tazilah, di antaranya Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab Al-Jabal. Karena pada masa itu Mu’tazilah merupakan madzhab pemerintah pada zaman khalifah Abbasiyah; khalifah Al-Ma’mun bin Harun Al-Rasyid al-Mu’tashim dan Al-Watsiq, dan beliau termasuk pengikut setia madzhab mu’tazilah. Setelah beliau banyak melihat kekeliruan faham Mu’tazilah maka beliau menyatakan keluar dari Mu’tazilah di depan khalayak ramai dengan tegas, bahkan akhirnya beliau menolak pendapat-pendapat Mu’tazilah dengan dalil-dalil yang tegas. Dalam ilmu Tauhid, rukun iman menurut Ahlussunnah wal Jama’ah ada 6 enam Iman kepada Allah, kepada para Nabi/Rasul Allah, Kitab Suci Allah, Malaikat Allah, Hari Akhir, dan Qadla/Qadar Allah, yang insya Allah akan diuraikan pada kesempata berikutnya. KH A Nuril Huda Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama LDNU
Sebagaimana penjelasan yang telah lalu, bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah merupakan Islam murni yang langsung dari Rasulullah kemudian diteruskan oleh para sahabatnya. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang menjadi pendiri ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Yang ada hanyalah ulama yang telah merumuskan kembali ajaran Islam tersebut setelah lahirnya beberapa faham dan aliran keagamaan yang berusaha mengaburkan ajaran Rasulullah dan para sahabatnya yang murni itu. Dalam hal ini, ulama yang merumuskan gerakan kembali kepada Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah Imam al-Asy’ari dam Imam al-Maturidi. Mengutip dari Imam Thasy Kubri Zadah 901-968 H/1491-1560 M, Dr. Fathullah Khulayf dalam pengantar Kitab al-Tauhid karangan Imam al-Maturidi mengatakan, “Bahwa pelopor gerakan Ahlussunnah Wal-Jama’ah , khususnya dalam ilmu Kalam adalah dua orang. Satu orang bermadzhab al-Hanafi, sedang yang lain dari golongan Madzhab al-Syafi’i. Seorang yang bermadzhab al-Hanafi itu adalah Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi. Sedangkan dari golongan Madzhab al-Syafi’I adalah Syaikh al-Sunnah, pemimin masyarakat, imam para mutakallimin, pembela sunnah Nabi dan Agama Islam, pejuang dalam menjaga kemurnian akidah kaum muslimin, yakni Abu al-Hasan al-Asy’ari al-Bashri.” Kitab al-Tauhid, hal 7 Nama lengkap Imam al-Asy’ari adalah Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari. Lahir di Bashrah pada tahun 260 H/874 M dan wafat pada tahun 324 H/936 M. Beliau adalah salah satu keturunan sahabat Nabi yang bernama Abu Musa al-Asy’ari. Setelah ayahnya meninggal dunia ibu beliau menikah lagi dengan salah seorang tokoh Mu’tazilah yang bernama Abu Ali al-Jubba’I w. 304 H/916 M. Awalnya Imam al-Asy’ari sangat tekun mempelajari aliran Mu’tazilah. Namun setelah beliau mendalami ajaran Mu’tazilah, terungkaplah bahwa ada banyak celah dan kelemahan yang terdapat dalam aliran tersebut. Karena itu, beliau meninggalkan ajaran Mu’tazilah dan kembali kepada ajaran Islam yang murni, sesuai dengan tuntutan Rasul dan teladan para sahabatnya. Pengikut beliau berasal dari berbagai kalangan. Para muhadditsin ahli hadits, fuqaha’ ahli fiqh, serta para ulama dari berbagai disiplin ilmu ikut mendukung serta menjadi pengikut Imam al-Asy’ari. Di antara para ulama yang mengikuti ajaran beliau dalam bidang akidah adalah al-Hafizh al-Baihaqi 384-458 H/994-1066 M pengarang al-Sunan al-Kubra dan lain-lain, al-Hafizh Abu Nu’aim 338-430 H/948-1038 Mpengarang Hilyah al-Auliya’, al –Hafizh al-Khatib al-Baghdadi 392-462 H/1002-1072 M pengarang Tarikh Baghdad, al-Hafizh al-Khaththabi 319-388 h/932-998 M pengarang Ma’alim al Sunan, al-Hafizh Ibnu al-Sam’ani 506-562 H/1112-1167 M, al-Hafizh Ibnu Asakir al Dimasqy dan Tabyin Kidzb al-Muftari, Imam al-Nawawi 631-676 H/1234-1277 M pengarang Riyadh al-Shalihin, al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalani 793-852H/1391-1448 M penulis kitab Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari serta kitab Bulugh al-Maram, Imam al-Qurthubi H/1237 M pengarang Tafsir al-Qurthubi, Imam Ibn Hajar al-Haitami 909-974 H/1504-1566 M pengarang kitab al-Zawajir, Syaikhul Islam Zakariyya al-Anshari 826-925 H/1423-1520 M pengarang kitab Fath al-Wahhab, serta masih banyak ulama terkenal lainnya. Sedangkan dari kalangan tashawwuf terkenal yang menjadi pengikuti akidah al-Asy’ari adalah Abu al-Qasim Abdul Karim bin Haawazin al-Qusyairi 376-465 H/987-1075 M pengarang al-Risalah al-Qusyairiyyah, dan Hujjatul Islam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali 450-505H/1058-1111M. Al-Hafizh Ibnu Asakir, Tabyin Kidzb al-Muftari, hal 291 Bahkan para habib yang merupakan keturunan Rasulullah sejak dahulu sampai sekarang juga mengikuti akidah Imam al-Asy’ari. Sebagaimana diakui oleh seorang sufi kenamaan yang bergelar lisan al-alawiyyin, yakni penyambng lidah habaib, al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddan 1044-1132 H/1635-1720 M. Uqud al-Almas, hal 89 Imam al-Asy’ari tidak hanya meninggalkan ajaran melalui murid-murid beliau yang sampai kepada kita. Tetapi beliau juga juga meninggalkan sekian banyak karangan. Di antara karangan beliau yang sampai kepada kita adalah kitab al-Luma, fi al-Raddi ala Ahl al-Zayghi wa al-Bida’ Risalah Istihsan al-Khaudh fi’Ilm al-Kalam dan lain-lain. Baca juga Hujjah Aswaja Perjamuan Makanan dalam Acara Tahlilan Tokoh Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang kedua adalah Imam al-Maturidi. Nama beliau adalah Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi. Beliau lahir di daerah Maturid, dan wafat di Samarkand pada tahun 333 H/944 M. Beliau adalah seorang yang menganut madzhab Imam Abu Hanifah. Maka wajar, jika kebanyakan ajaran yang beliau usung masih merupakan bagian dari madzhab Abu Hanifah, terutama dalam bidang akidah. Karena itu banyak pakar menyimpulkan bahwa yang menjadi landasan pijakan Imam al-Maturidi adalah pendapat-pendapat Abu Hanifah dalam bidang akidah. Muhammad Ab Zahrah, Tarikh al-Madzabib al-Islamiyyah, juz I hal 173. Murid-murid beliau yang terkenal ada empat orang, yakni Abu al-Qasim Ishaq bin Muhammad bin Ismail H/951M yang terjenal sebagai Hakim Samarkand. Lalu Imam Abu al-Hasan Ali bin Sa’id al-Rastaghfani. Kemudian Imam Abu Muhammad Abdul Karim bin Musa al-Bazdawi H/1004 M. Dan yang terakhir adalah Imam Abu al-Laits al-Bukhari H/983 M. Di antara tulisan Imam al-Maturidi yang sampai kepada kita adalah kitab al-Tauhid yang di-tahqiq diedit oleh Dr. Fathullah Khulayf dan kitab Ta’wilat Ahlussunnah. Baca juga Hujjah Aswaja Perjamuan Makanan dalam Acara Tahlilan Usaha serta perjuangan dua imam ini dan para muridnya telah berhasil mengokohkan keimanan kita dan membuktikannya secara rasional tentang adanya Tuhan, kenabian, mukjizat, hari akhir, kehujjahan al-Quran, dan as-Sunnah, dan lain-lain dari golongan yang mengingkarinya. Sehingga ulama lain seperti para fuqaha ahli fiqh dan muhadditsin tidak perlu bersusah payah melakukan hal yang sama. Imam al-Ghazali al-Mustashfa, hal 10-12. Sumber KH Muhyiddin Abdusshomad. 2008. Hujjah NU. Surabaya Khalista.
paham ahlussunnah waljamaah dalam bidang akidah menganut ajaran tauhid