🌖 Asta Kosala Kosali Pintu Rumah
Dalammembangun rumah, masyarakat Bali juga mengenal pakem dalam konsep tata bangunan yang sejalan dengan keagamaan yang dikenal dengan Asta Kosala Kosali. Baca juga: Rumah Adat Aceh: Nama, Ciri Khas, Filosofi, dan Fungsi Tiap Bagiannya. Bagian-bagian dan Fungsi dalam Rumah Adat Bali. Rumah Adat Bali memiliki beberapa bagian.
DiBali rumah-rumah dan bangunan lainnya selalu dibangun atas dasar aturan yang mengacu pada asta kosala kosali dan asta bumi. Aturan ini seperti aturan feng shui di Cina, namun spesifik untuk bangunan tradisional Bali saja.
AstaKosala Kosali merupakan sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci. penataan Bangunan yang dimana di dasarkan oleh anatomi tubuh yang punya. Pengukurannya pun lebih menggunakan ukuran dari Tubuh yang mpunya rumah. mereka tidak menggunakan meter tetapi menggunakan seperti . jendela dan pintu. Madya mengambarkan
25 Tatanan letak rumah menurut Asta Kosala Kosali. Asta Kosala Kosali adalah teknik penataan rumah atau bangunan suci di Bali. Penataan ini biasanya didasarkan oleh anatomi tubuh manusia. Biasanya yang melakukang pengukuran ini adalah para pemuka agama atau biasa disebut pemangku. Pengukuran didasarkan pada ukuran tubuh, tidak menggunakan meter.
AstaKosala Kosali merupakan suatu ajaran dari Bhagawan Siswakarma, ajaran tentang Tri Hita Karana (palemahan, pawongan, serta periangan) ilmu sebagai ukuran atau patokan dasar dalam membangun rumah ada Bali. Asta Kosala Kosali bila diartikan dalam bahasa Indonesia mempunyai arti buku tentang ukuran dalam membuat rumah.
Padadasarnya Asta Kosala Kosali adalah konsep tata ruang tradisional Bali berdasarkan konsep keseimbangan kosmologis (Tri Hita Karana), hierarki tata nilai (Tri Angga), orientasi kosmologis (Sanga Mandala), ruang terbuka (natah), proporsional dengan skala, kronologis dan prosesi pembangunan, kejujuran struktur, dan kejujuran pemakaian material.
AstaKosala Kosali merupakan konsep tata ruang tradisional Bali berdasarkan konsep keseimbangan kosmologis (Tri Hita Karana), hirarki tata nilai (Tri Angga), orientasi kosmologis (Sanga Mandala), ruang terbuka (natah), proporsional dengan skala, kronologis dan prosesi pembangunan, kejujuran struktur dan kejujuran pemakaian material.
Menentukanletak pintu pekarangan rumah bali. menentukan letak pintu pekarangan rumah menurut rumah adat bali menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat bali, karena letak pintu banyak menentukan baik buruknya kehidupan dalam pekarangan tersebut. berikut sebuah contoh pekarangan dengan panjang sisi 18 meter dari berbagai arah, selalu
aTgeI5k. Umat Hindu memiliki keyakinan, jika membangun rumah tidak lepas dari pustaka Asta Bumi dan Asta Kosala-Kosali. Literatur ini dijadikan pedoman dalam membangun rumah untuk menata lahan serta sebagai fengsuinya Hindu Bali. Wayan Titra Gunawijaya, mengatakan kedatangan Danghyang Nirartha pada zaman Raja Dalem Waturenggong setelah ekspidisi Gajah Mada ke Bali abad 14 ikut mewarnai khasanah arsitektur yang ditulis dalam lontar Asta Bhumi dan Asta kosalakosali. Dalam Lontar tersebut menganggap Bhagawan Wiswakarma sebagai dewa para arsitektur. Bhagawan Wiswakarma sebagai Dewa Arsitektur, sebetulnya merupakan tokoh dalam cerita Mahabharata yang dimintai bantuan oleh Krisna untuk membangun kerjaan barunya. Dalam kisah tersebut, hanya Wismakarma yang bersatu sebagai dewa kahyangan yang bisa menyulap laut menjadi sebuah kerajaan untuk Krisna. Kemudian secara turun-temurun oleh umat Hindu diangap sebagai dewa arsitektur. “Karenanya, tiap bangunan di Bali selalu disertai dengan upacara pemujaan terhadap Bhagawan Wiswakarma,” jelasnya, Jumat 24/9 siang. Upacara membangun rumah bisa dimulai dari pemilihan lokasi, membuat dasar bagunan sampai bangunan selesai. Hal ini bertujuan minta restu kepada Bhagawan Wiswakarma agar bangunan itu hidup dan memancarkan vibrasi positif bagi penghuninya. Dikatakan Titra, Lontar Asta Kosala Kosali mengupas sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci. Penataan bangunan yang dimana di dasarkan oleh anatomi tubuh yang punya pekarangan. Pengukurannya pun lebih menggunakan ukuran dari tubuh yang mpunya rumah. Uniknya, dalam pengukuran tersebut tidak menggunakan meter. Melain menggunakan ukuran seperti Musti atau ukuran atau dimensi untuk ukuran tangan mengepal dengan ibu jari yang posisinya menghadap ke atas. Ada pula menggunakan satuan Hasta atau ukuran sejengkal jarak tangan manusia dewata dari pergelangan tengah tangan sampai ujung jari tengah yang terbuka. Ada pula menggunakan ukuran Depa ukuran yang dipakai antara dua bentang tangan yang dilentangkan dari kiri ke kanan “Jadi nanti besar rumahnya akan ideal sekali dengan yang mempunyai rumah. Hal tersebut juga tidak terlepas dengan konsep yang diyakini oleh kepercayaan masyarakat bali akan Buana Agung makrokosmos dan Buana Alit Mikrokosmos,” imbuhnya. Kaprodi Teologi, Jurusan Brahmawidya, STAHN Mpu Kuturan SIngaraja ini mengatakan Kosmologi Bali itu bisa digambarkan secara hirarki atau berurutan seperti Bhur, Bwah dan Swah. Konsep ini berpegang juga kepada mata angin, yang disebut dengan Dewata Nawa Sanga. Setiap bangunan itu memiliki tempat sendiri seperti misalnya dapur, karena berhubungan dengan api maka dapur ditempatkan di selatan. “Tempat sembahyang karena berhubungan dengan menyembah tuhan maka di tempatkan sebelah timur tempat matahari terbit sedangkan sumur menjadi sumber air maka ditempatkan di utara dimana gunung berada,” ungkapnya. bersambung Umat Hindu memiliki keyakinan, jika membangun rumah tidak lepas dari pustaka Asta Bumi dan Asta Kosala-Kosali. Literatur ini dijadikan pedoman dalam membangun rumah untuk menata lahan serta sebagai fengsuinya Hindu Bali. Wayan Titra Gunawijaya, mengatakan kedatangan Danghyang Nirartha pada zaman Raja Dalem Waturenggong setelah ekspidisi Gajah Mada ke Bali abad 14 ikut mewarnai khasanah arsitektur yang ditulis dalam lontar Asta Bhumi dan Asta kosalakosali. Dalam Lontar tersebut menganggap Bhagawan Wiswakarma sebagai dewa para arsitektur. Bhagawan Wiswakarma sebagai Dewa Arsitektur, sebetulnya merupakan tokoh dalam cerita Mahabharata yang dimintai bantuan oleh Krisna untuk membangun kerjaan barunya. Dalam kisah tersebut, hanya Wismakarma yang bersatu sebagai dewa kahyangan yang bisa menyulap laut menjadi sebuah kerajaan untuk Krisna. Kemudian secara turun-temurun oleh umat Hindu diangap sebagai dewa arsitektur. “Karenanya, tiap bangunan di Bali selalu disertai dengan upacara pemujaan terhadap Bhagawan Wiswakarma,” jelasnya, Jumat 24/9 siang. Upacara membangun rumah bisa dimulai dari pemilihan lokasi, membuat dasar bagunan sampai bangunan selesai. Hal ini bertujuan minta restu kepada Bhagawan Wiswakarma agar bangunan itu hidup dan memancarkan vibrasi positif bagi penghuninya. Dikatakan Titra, Lontar Asta Kosala Kosali mengupas sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci. Penataan bangunan yang dimana di dasarkan oleh anatomi tubuh yang punya pekarangan. Pengukurannya pun lebih menggunakan ukuran dari tubuh yang mpunya rumah. Uniknya, dalam pengukuran tersebut tidak menggunakan meter. Melain menggunakan ukuran seperti Musti atau ukuran atau dimensi untuk ukuran tangan mengepal dengan ibu jari yang posisinya menghadap ke atas. Ada pula menggunakan satuan Hasta atau ukuran sejengkal jarak tangan manusia dewata dari pergelangan tengah tangan sampai ujung jari tengah yang terbuka. Ada pula menggunakan ukuran Depa ukuran yang dipakai antara dua bentang tangan yang dilentangkan dari kiri ke kanan “Jadi nanti besar rumahnya akan ideal sekali dengan yang mempunyai rumah. Hal tersebut juga tidak terlepas dengan konsep yang diyakini oleh kepercayaan masyarakat bali akan Buana Agung makrokosmos dan Buana Alit Mikrokosmos,” imbuhnya. Kaprodi Teologi, Jurusan Brahmawidya, STAHN Mpu Kuturan SIngaraja ini mengatakan Kosmologi Bali itu bisa digambarkan secara hirarki atau berurutan seperti Bhur, Bwah dan Swah. Konsep ini berpegang juga kepada mata angin, yang disebut dengan Dewata Nawa Sanga. Setiap bangunan itu memiliki tempat sendiri seperti misalnya dapur, karena berhubungan dengan api maka dapur ditempatkan di selatan. “Tempat sembahyang karena berhubungan dengan menyembah tuhan maka di tempatkan sebelah timur tempat matahari terbit sedangkan sumur menjadi sumber air maka ditempatkan di utara dimana gunung berada,” ungkapnya. bersambung
8 Ide Usaha Brilian Dengan Barang Bekas! Kerajinan Gong Tradisional di Bogor Membanggakan Budaya Indonesia Pengaruh Budaya dalam Arsitektur BaliAsta Kosala Kosali Fengshui Arsitektur BaliBerikut bagian-bagian dari rumah BaliKetentuan – Ketentuan Arsitektur Bangunan di BaliPerkembangan Desain Arsitektur di BaliAsta Kosala Kosali atau Arsitektur tradisional Bali bisa diartikan sebagai sebuah rangkaian tata ruang yang mewadahi kehidupan dari masyarakat Bali yang terus berkembang secara turun menurun dengan segala aturan-aturan nya yang diwariskan dari zaman dahulu hingga kini. Gaya Arsitektur Bali adalah arsitektur vernacular yang dibuat dan didesain menggunakan berbagai bahan-bahan lokal untuk membangun bangunan, struktur, dan rumah-rumah, yang mencerminkan tradisi lokal. Baca juga Desain Arsitektur Bali Yang Khas &038; Filosofinya Desain gaya arsitektur Bali sangat dipengaruhi kentalnya tradisi Hindu Bali, dan sentuhan unsur Jawa kuno. Bahan baku yang biasa digunakan pada rumah-rumah dan bangunan di Bali antara lain atap menggunakan jerami, kayu kelapa, bahan bambu, kayu jati, batu alam , dan batu bata. Arsitektur Bali memiliki karakteristik yang khas menggunakan budaya kuno dan kesenian pada setiap elemen desain arsitektur nya. Desain arsitektur Bali memiliki filosofi yang berpusat pada agama Hindu, organisasi ruang, serta hubungan sosial yang bersifat komunal. Sebuah bangunan rumah atau villa yang ada di Bali dibangun serta dirancang dengan 7 filosofi berikut Tri Hata Karana – Menciptakan adanya harmoni serta keseimbangan antara 3 unsur kehidupan – atma manusia, angga alam, dan khaya dewa-dewa. Tri Mandala – aturan pembagian ruang dan zonasi Sanga Mandala – seperangkat aturan pembagian ruang serta zonasi berdasarkan arah Tri Angga – konsep atau hierarki antara alam lain yang berbeda Tri Loka – Serupa dengan Tri Angga tetapi dengan alam yang berbeda Asta Kosala Kosali – 8 pedoman desain arsitektur tentang simbol, kuil, tahapan, dan satuan pengukuran Arga Segara – axis suci antara gunung dan lautPengaruh Budaya dalam Arsitektur BaliPada abad ke-8 hingga abad ke-16 pengaruh arsitektur bergaya Hindu dan Budha kuno banyak dijumpai pada bangunan candi-candi yang megah di Indonesia ini terkhusus di tanah Jawa. Dan secara tidak langsung beberapa desain bangunan paviliun atau bale yang banyak terdapat pada bangunan tradisional di Bali memiliki unsur yang unik yakni berupa pahatan yang rumit serta detail sebagai perpaduan antara pengaruh Hindu-Budha dengan masyarakat Jawa Aboriginal yang bermukim di Bali kala Kaja-Kelod, merupakan salah satu pedoman utama di masa-masa awal arsitektur Bali. Kaja dimaknai menghadap dimana gunung berada, sedangkan Kelod bermakna menghadap dimana laut berada. Konsep dari mistis kaja-kelod ini sering kali digunakan pada perencanaan penempatan bangunan rumah ataupun pura desa. Bangunan yang bersifat suci akan diletakkan pada bagian kaja, sedangkan yang bersifat yang biasa diletakkan pada bagian kelod. Pura keluarga biasanya akan ditempatkan pada bagian kaja, sedangkan rumah untuk tempat tinggal ditempatkan pada bagian kelod. Dalam konteks pura desa yang memiliki sifat kahyangan akan diletakkan di arah kaja sedangkan pada arah laut akan diletakkan Pura Dalem pura yang berhubungan dengan kuburan dan kematian. Arsitektur tradisional Bali tidak akan terlepas dari keberadaan manuskrip Hindu yang bernama “Lontar Asta Kosala Kosali” aturan memuat tentang aturan-aturan pembuatan rumah ataupun puri serta aturan tempat pembuatan ibadah atau pura. Dalam Asta Kosala Kosali ini disebutkan bahwa aturan-aturan pembuatan sebuah rumah harus mengikuti aturan-aturan anatomi tubuh pemilik rumah dengan dibantu sang undagi sebagai pedande atau orang suci yang mempunyai wewenang membantu pembangunan rumah atau Kosala Kosali bahasa singkatnya merupakan Fengshui-nya Bali, ini adalah sebuah tatanan cara, tata letak, serta tata bangunan baik itu bangunan tempat tinggal atupun bangunan tempat suci yang ada di Bali tentunya. Yang sesuai akan landasan Filosofis, Etis, dan Ritual dengan memperhatikan dari konsepsi perwujudan, pemilihan tempat atau lahan, hari baik dewasa membangun rumah, dan pelaksanaan dari arsitektur bangunan Bali, juga tak lepas dari peran beberapa tokoh pada sejarah Bali Aga berikut zaman Majapahit. Tokoh seperti Kebo Iwa dan Mpu Kuturan yang hidup pada abad ke 11, atau pada zaman pemerintahan Raja Anak Wungsu di Bali banyak yang mewarisi landasan pembanguna arsitektur Nirartha yang hidup di zaman Raja Dalem Waturenggong setelah ekspedisi Gajah Mada ke Bali pada abad 14, juga ikut serta mewarnai khasanah arsitektur tersebut ditulis dalam lontar Asta Bhumi dan Asta kosala-kosali yang menganggap bahwa Bhagawan Wiswakarma sebagai dewa para arsitektur. Seperti Penjelasan dikatakan oleh Ida Pandita Dukuh Samyaga. Lebih jauh dikemukakan bahwa , Bhagawan Wiswakarma disebut sebagai Dewa Arsitektur, sebenarnya merupakan tokoh dalam cerita Mahabharata yang dimintai tolong oleh Krisna untuk membangun kerajaan barunya. Didalam kisah tersebut, hanya Wismakarma ini yang bersatu sebagai dewa kahyangan yang sanggup merubah laut menjadi sebuah kerajaan untuk Krisna. Lalu secara turun-temurun oleh umat Hindu diangap sebagai dewa arsitektur. Karena itu, tiap bangunan di bali pasti selalu disertai dengan upacara pemujaan terhadap dewa Bhagawan Wiswakarma. Upacara tersebut dilakukan mulai dari pemilihan lokasi, membuat dasar bagunan hingga bangunan selesai dibangun. Hal ini tentu bertujuan untuk minta restu kepada dewa arsitektur Bhagawan Wiswakarma agar bangunan tersebut hidup dan memancarkan vibrasi positif bagi pemilik serta penghuninya. Menurut kepercayaan pada masyarakat Hindu Bali, bangunan memiliki jiwa bhuana agung atau alam makrokosmos sedangkan manusia yang tinggal di bangunan adalah bagian dari buana alit atau mikrokosmos. Antara manusia dan bangunan yang ditempati haruslah harmonis, agar mampu mendapatkan keseimbangan anatara kedua alam tersebut. Karena itu,membuat bagunan harus sesuai dengan aturan dan tatacara yang ditulis dalam sastra Asta Bhumi dan Atas Kosala-kosali yang kita kenal sebagai fengsui Hindu Juga Design Arsitektur rumah adat sunda berdasarkan atap dan filosofinyaAsta Kosala Kosali adalah sebuah cara penataan tempat atau lahan untuk rumah ataupun tempat tinggal dan bangunan suci. Penataan bangunan ini yang dimana di dasarkan oleh anatomi tubuh yang punya. Pengukuran bangunan nya pun lebih menggunakan ukuran dari Tubuh yang si pemilik rumah. Mereka tidak menggunakan meteran pada umumnya tetapi menggunakan sepertiMusti ukuran atau dimensi dengan ukuran tangan mengepal dengan ibu jari yang menghadap ke atas,Hasta ukuran sejengkal jarak tangan manusia dewata mulai dari pergelangan tengah tangan sampai ujung jari tengah yang terbukaDepa ukuran yang dipakai diantara dua bentangan tangan yang dilentangkan dari kiri ke kananJadi nanti ukuran besar rumahnya akan ideal sekali dengan pemilik atau penghuni atas telah dijelaskan bahwa mengenai Buana Agung makrokosmos dan Buana Alit Mikrokosmos. Nah, kosmologi Bali itu dapat digambarkan secara hirarki atau berurutan seperti Bhur alam semesta, tempatnya bersemayamnya para alam manusia & kehidupan keseharian yang penuh dengan godaan dunia, yang berhubungan dengan materialismeSwah, alam nista yang menjadi simbol akan keberadaan setan & nafsu yang selalu menggoda manusia untuk berbuat dosa atau menyimpang dari itu Konsep ini berpegang juga pada mata angin,dengan 9 mata angin Nawa Sanga. Setiap bangunan arsitektur itu memiliki tempat sendiri. seperti misalnyaDapur, karena biasa berhubungan dengan Api maka Dapur ini ditempatkan di Selatan,Tempat suci untuk Sembahyang karena ini berhubungan dengan menyembah akan di tempatkan di Timur tempatnya matahari karena menjadi sumber Air maka akan ditempatkan di Utara dimana Gunung itu berada begitu itu juga status sosial juga menjadi pedoman. Jadi arsitektur rumah di bali itu ada yang disebut Puri juga atau Jeroan, biasanya akan dibangun oleh warna atau wangsa Kesatria. namun karena sekarang banyak yang sudah menjadi kaya di Bali, jadi siapapun kini boleh membuat yang seperti ini. Namun mungkin nanti perbedanya di Tempat Persembahyangan di Dalamnya itu juga merupakan sistem hirarki, di Bali Hirarkial itu juga sangat berpengaruh terhadap tata ruang bangunan rumahnya. Dalam pembuatan rumahnya rumah akan dibagi menjadijaba adalah untuk bagian paling terluar bangunanjaba jero adalah untuk mendifinisikan bagian ruang diantara luar dan dalam, atau kita sebut ruang tengahJero untuk mendeskripsikan bagian ruang paling dalam dari sebuah pola ruangan yang dianggap sebagai ruangan paling suci atau paling privacy bagi rumah konsep ini juga disebutkan tentang teknik teknik konstruksi dan materialnya. yang dinamakan Tri Angga, yang terdiri dariNista yang menggambarkan tentang hirarki paling bawah pada sebuah bangunan, diwujudkan dengan pondasi rumah atau bawah rumah sebagai penyangga rumah. bahan bakunya biasanya terbuat dari Batu bata atau Batu alam merupakan bagian tengah bangunan yang diwujudkan dalam bangunan dinding, jendela dan pintu pintu. Madya mengambarkan strata manusia atau alam merupakan simbol dari bangunan bagian paling atas yang diwujudkan dalam bentuk atap yang diyakini juga sebagai tempat yang paling suci dalam rumah tinggal sehingga juga digambarkan tempat tinggal dewa atau leluhur mereka yang sudah tiada. Pada bagian atap ini bahan baku yang digunakan pada arsitektur tradisional bali adalah atap ijuk dan bagian-bagian dari rumah BaliPamerajan adalah sebuah tempat upacara yang dipakai untuk keluarga. Dan pada perkampungan tradisional biasanya pada setiap keluarga memiliki pamerajan yang letaknya di Timur Laut pada sembilan petak pola ruangUmah Meten adalah ruang yang biasanya dipakai tidur pemimpin keluarga sehingga posisinya haruslah terhormatBale Sakepat, bale ini biasanya digunakan sebagai tempat tidur anak anak atau anggota keluarga lain yang masih tiang sanga biasanya digunakan sebagai ruang tamuBale Dangin biasanya dipakai untuk bersantai membuat benda benda seni atau merajut pakaian bagi anak dan digunakan untuk tempat menyimpan hasil panen, baik berupa padi dan hasil kebun Dapur yaitu dapur atau tempat memasak bagi adalah bagian entrance yang memiliki fungsi sebagai pengalih jalan masuk sehingga jalan masuk tidak terus lurus kedalam tetapi menyamping. Hal ini dimaksudkan agar pandangan dari luar tidak langsung lurus ke yaitu entrance yang memiliki fungsi seperti candi bentar pada pura yaitu sebagai gapura jalan bangunan bali atau yang buat rumah di Bali disebut juga Undagi. Begitulah tradisi pembuatan rumah di filosofis Asta Kosala KosaliHubungan Bhuwana Alit dengan Bhuwana Agung. Pembangunan perumahan adalah berlandaskan filosofis bhuwana alit bhuwana agung. Bhuwana Alit yang berasal dari Panca Maha Bhuta adalah badan manusia itu sendiri dihidupkan oleh jiwatman. Segala sesuatu dalam Bhuwana Alit ada kesamaan dengan Bhuwana Agung yang dijiwai oleh Hyang Widhi. Kemanunggalan antara Bhuwana Agung dengan Bhuwana Alit merupakan landasan filosofis pembangunan perumahan umat Hindu yang sekaligus juga menjadi tujuan hidup manusia di dunia unsur pembentuk. Unsur pembentuk membangun perumahan adalah dilandasi oleh Tri Hit a Karana dan pengider- ideran Dewata Nawasanga. Tri Hita Karana yaitu unsur Tuhan/ jiwa adalah Parhyangan/ Pemerajan. Unsur Pawongan adalah manusianya dan Palemahan adalah unsur alam/ tanah. Sedangkan Dewata Nawasanga Pangider- ideran adalah sembilan kekuatan Tuhan yaitu para Dewa yang menjaga semua penjuru mata angin demi keseimbangan alam semesta EtisTata nilai dari bangunan adalah berlandaskan etis dengan menempatkan bangunan pemujaan ada di arah hulu dan bangunan- bangunan lainnya ditempatkan ke arah teben hilir. Untuk lebih pastinya pengaturan tata nilai diberikanlah petunjuk yaitu Tri Angga adalah Utama Angga, Madya Angga dan Kanista Angga dan Tri Mandala yaitu Utama, Madya dan Kanista hubungan dengan lingkungan. Dalam membina hubungan baik dengan lingkungan didasari ajaran Tat Twam Asi yang perwujudannya berbentuk Tri Kaya ParisudhaLandasan Ritual Dalam mendirikan perumahan hendaknya selalu dilandaskan dengan upacara dan upakara agama yang mengandung makna mohon ijin, memastikan status tanah serta menyucikan, menjiwai, memohon perlindungan Ida Sang Hyang Widhi sehingga terjadilah keseimbangan antara kehidupan lahir dan perwujudan Konsepsi perwujudan perumahan umat Hindu merupakan perwujudan landasan dan tata ruang, tata letak dan tata bangunan yang dapat dibagi dalam Keseimbangan Alam Wujud perumahan umat Hindu menunjukkan bentuk keseimbangan antara alam Dewa, alam manusia dan alam Bhuta lingkungan yang diwujudkan dalam satu perumahan terdapat tempat pemujaan tempat tinggal dan pekarangan dengan penunggun karangnya yang dikenal dengan istilah Tri Hita Bhineda, Hulu Teben, Purusa Pradhana. Rwa Bhineda diwujudkan dalam bentuk hulu teben hilir. Yang dimaksud dengan hulu adalah arah/ terbit matahari, arah gunung dan arah jalan raya margi agung atau kombinasi dari padanya. Perwujudan purusa pradana adalah dalam bentuk penyediaan natar. sebagai ruang yang merupakan pertemuan antara Akasa dan Angga dan Tri Mandala. Pekarangan Rumah Umat Hindu secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian Tri Mandala yaitu Utama Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai utama seperti tempat pemujaan. Madhyama Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai madya tempat tinggal penghuni dan Kanista Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai kanista misalnya kandang. Secara vertikal masing- masing bangunan dibagi menjadi 3 bagian Tri Angga yaitu Utama Angga adalah atap, Madhyama angga adalah badan bangunan yang terdiri dari tiang dan dinding, serta Kanista Angga adalah batur pondasi.Harmonisasi dengan potensi lingkungan. Harmonisasi dengan lingkungan diwujudkan dengan memanfaatkan potensi setempat seperti bahan bangunan dan prinsip- prinsip bangunan Tanah Pekarangan. Tanah yang dipilih untuk lokasi membangun perumahan diusahakan tanah yang miring ke timur atau miring ke utara, pelemahan datar asah, pelemahan inang, pelemahan marubu lalahberbau pedas.Tanah yang patut dihindari sebagai tanah lokasi membangun perumahan adalah karang karubuhan tumbak rurung/ jalan,karang sandang lawe pintu keluar berpapasan dengan persimpangan jalan,karang sulanyapi karang yang dilingkari oleh lorong jalankarang buta kabanda karang yang diapit lorong/ jalan,karang teledu nginyah karang tumbak tukad,karang gerah karang di hulu Kahyangan,karang tenget,karang buta salah wetu,karang boros wong dua pintu masuk berdampingan sama tinggi,karang suduk angga, karang manyeleking dan yang paling buruk adalahtanah yang berwarna hitam- legam, berbau “bengualid” busukTanah- tanah yang tidak baik ala tersebut di atas, dapat difungsikan sebagai lokasi membangun perumahan jikalau disertai dengan upacara/ upakara agama yang ditentukan, serta dibuatkan palinggih yang dilengkapi dengan upacara/ upakara pamarisuda. Perumahan Dengan Pekarangan Sempit, bertingkat dan Rumah Sempit. Dengan sempitnya pekarangan, penataan pekarangan sesuai dengan ketentuan Asta Bumi sulit dilakukan. Untuk itu jiwa konsepsi Tri Mandala sejauh mungkin hendaknya tercermin tempat pemujaan, bangunan perumahan, tempat pembuangan alam bhuta. Karena keterbatasan pekarangan tempat pemujaan diatur sesuai konsep tersebut di atas dengan membuat tempat pemujaan minimal Kemulan/ Rong Tiga atau Padma, Penunggun Karang dan Bertingkat. Untuk rumah bertingkat bila tidak memungkinkan membangun tempat pemujaan di hulu halaman bawah boleh membuat tempat pemujaan di bagian hulu lantai Susun. Untuk rumah Susun tinggi langit- langit setidak- tidaknya setinggi orang ditambah 12 jari. Tempat pemujaan berbentuk pelangkiran ditempatkan di bagian hulu Membangun Ngeruwak. Wewaran Beteng, Soma, Buda, Wraspati, Sukra, Tulus, Kasa, Ketiga, Kapat, Watek Watu. Wewaran Beteng, soma, Budha, Wraspati, Sukra, was, tulus, dadi. Sasih Kasa, Katiga, Kapat, Kalima. Wewaran Beteng, Soma, Budha, Wraspati, Sukra, tulus, Wewaran Beteng, was, soma, Budha, Wraspati, Sukra, tulus, ala geni Rawana, Lebur awu, geni murub, dan lain- Melaspas. Wewaran Beteng, soma, Budha. Wraspati, Sukra, tulus, Kasa, Katiga, Kapat, Membangun Nyapuh sawah dan tegal. Apabila ada tanah sawah atau tegal dipakai untuk tempat tinggal. Jenis upakara paling kecil adalah tipat dampulan, sanggah cucuk, daksina l, ketupat kelanan, nasi ireng, mabe bawang jae. Setelah “Angrubah sawah” dilaksanakan asakap- sakap dengan upakara Sanggar Tutuan, suci asoroh genep, guling itik, sesayut pengambeyan, pengulapan, peras panyeneng, sodan penebasan, gelar sanga sega agung l, taluh 3, kelapa 3, benang + pangruwak bhuwana dan nyukat karang, nanem dasar wewangunan. Upakaranya ngeruwak bhuwana adalah sata/ ayam berumbun, penek sega manca warna. Upakara Nanem dasar pabeakaonan, isuh- isuh, tepung tawar, lis, prayascita, tepung bang, tumpeng bang, tumpeng gede, ayam panggang tetebus, canang geti- Pemelaspas. Upakaranya jerimpen l dulang, tumpeng putih kuning, ikan ayam putih siungan, ikan ayam putih tulus, pengambeyan l, sesayut, prayascita, sesayut durmengala, ikan ati, ikan bawang jae, sesayut Sidhakarya, telur itik, ayam sudhamala, peras lis, uang 225 kepeng, jerimpen, daksina l, ketupat l kelan, canang 2 tanding dengan uang II kepeng. Oleh karena situasi dan kondisi di suatu tempat berbeda, maka tersebut di atas disesuaikan dengan kondisi melihat tata budaya dari berbagai suku di Indonesia, bentuk budaya Bali telah berkembang dengan ciri dan kepribadian sudut arsitektur tradisional , peranan agama dan kebudayaan dipengaruhi kebudayaan Cina dan India yang melebur ke dalam ajaran agama mereka yaitu Hindu-Budha, sehingga peranannya sangat mendalam dan dijadikan pangkal untuk mencipta, petunjuk petunjuk ini dikenal dengan nama Hasta Bumi,Hasta Kosala Kosali,Hasta Patali, sikuting umah, dan lain-lain yang berisikan berbagai petunjuk , pantangan, tata cara perencanaan, pelaksanaan dan lain-lain dalam mendirikan suatu bangunan . Pengaruhnya terlihat padaBentuk Dari segi perbandingan ukuran setiap unsur bangunan dan pekarangan berpangkal kepada ukuran kepala dan badan manusia terutama ukuran tubuh kepala keluarga yang punya rumah secara fisik dan tingkat rumah Bali, pada dasarnya bukan merupakan suatu organisasi ruangan dibawah satu atap , tetapi beberapa bangunan yang masing-masing dengan fungsinya tertentu di dalam satu lingkungan atau satu tradisional Bali yang kita kenal, mempunyai konsep-konsep dasar yang mempengaruhi tata nilai ruangnya. Konsep dasar tersebut adalahKonsep hirarki ruang, Tri Loka atau Tri AnggaKonsep orientasi kosmologi, Nawa Sanga atau Sanga MandalaKonsep keseimbangan kosmologiKonsep proporsi dan skala manusiaKonsep court, Open airKonsep kejujuran bahan bangunanKetentuan – Ketentuan Arsitektur Bangunan di BaliTempat/ denah berdasarkan Lontar Asta konstruksinya berdasarkan lontar Asta Dewa dan lontar Asta Kosala bahan/ ramuan berdasarkan lontar Asta Dewa dan lontar Asta Kosala Kosali, seperti kayu, ijuk, alang- alang, batu alam, bata dan sebagainyaAsta Kosala Kosali merupakan sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci. penataan Bangunan yang dimana di dasarkan oleh anatomi tubuh yang punya rumah. Pengukurannya pun tidak menggunakan meter tetapi menggunakan sepertiMata Pencaharian dan Pengaruh Lingkungan Lahirnya berbagai perwujudan fisik juga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu keadaan geografis dan ekonomi masyarakat. Ditinjau dari aspek geografi terdapatlah Arsitektur Tradisional Bali dataran tinggi daerah pegunungan dan Arsitektur Tradisional Bali dataran rendah. Untuk daerah dataran tinggi yang penduduknya berkebun, pada umunya bangunannya kecil-kecil dan tertutup untuk menyesuaikan keadaan lingkungannya yang cenderung dingin. Tinggi dinding relatif pendek untuk menghindari sirkulasi udara yang terlalu sering. Satu bangunan bisa digunakan untuk berbagai aktifitas mulai aktifitas sehari-hari seperti tidur, memasak dan untuk hari-hari tertentu juga digunakan untuk upacara. Luas dan bentuk pekarangan relatif sempit dan tidak beraturan disesuaikan dengan topografi tempat daerah dataran rendah,yang penduduknya bertani, pekarangannya relatif luas dan datar sehingga bisa menampung beberapa massa dengan pola komunikatif, umumnya berdinding terbuka, yang masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Seperti bale daja untuk ruang tidur dan menerima tamu penting, bale dauh untuk ruang tidur dan menerima tamu dari kalangan biasa, bale dangin untuk upacara, dapur untuk memasak, jineng untuk lumbung padi, dan tempat suci untuk pemujaan. Untuk keluarga raja dan brahmana pekarangnnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu jaba sisi pekarangan depan, jaba tengah pekarangan tengah dan jero pekarangan untuk tempat tinggal. Adapun pertimbangan dalam membangun tempat tinggal diantaranyaTanah Membuat rumah yang dapt mendatangkan keberuntungan bagi penghuninya,bagi rohaniwan dari Banjar Semaga,Desa Penatih,Denpasar ini harus diawali dengan pemilihan lokasi tanah yang yang bagus dijadikan bagunan adalah tanah yang posisinya lebih rendah miring ke timur sebelum direklamasi. Namun di luar lahan bukan milik kita,posisinya lebih juga tanah bagian utaranya juga harus lebih tanah di pinggir jalan,usahakan posisinya tanah dipeluk baik bila ada air di arah selatan tetapi bukan dari sungai yang mengalir harus berjalan pelan,tetapi posisi sungai juga harus memeluk tanah ,bukan sebaliknya menebas lokasi air yang lambat membuat Dewa air sebagai pembawa kesuburan dan rejeki banyak terserap dalam letak tanah,tekstur tanah juga harus dipastikan memiliki kualitas baik. Tanah berwarna kemerahan dan tidak berbau termasuk jenis tanah yang bagus untuk tempat menguji tekstur tanah,cobalah genggam tanah setelah lepas dari genggaman tanah itu terurai lagi,berarti kualitas tanah tersebut cocok dipilih untuk lokasi lain untuk menguji tekstur tanah yang baik adalah dengan cara melubangi tanah tersebut sedalam 40 Cm lubang itu diurug ditimbun lagi dengan tanah galian lubang penuh atau kalau bisa ada sisa oleh tanah urugan itu, berati tanah itu bagus untuk jika tanah untuk menutup lubang tidak bisa memenuhi jumlahnya kurang berati tanah tersebut tidak bagus dan tidak cocok untuk rumah karena tergolong tanah lebih baik memilih tanah yang terletak di utara jalan karena lebih mudah untuk melakukan penataan bangunan menurut konsep Asta membuat pintu masuk rumah,letak bangunan,dan tempat suci keluarga merajan/sanggah.Lokasi seperti ini memungkinkan untuk menangkap sinar baik untuk letak pintu masuk yang sesuai,akan memudahkan menangkap Dewa Air mendatangkan Bagus Jangan membangun rumah di bekas tempat-tempat umum seperti bekas balai banjar balai masyarakat, bekas pura tempat suci, tanah bekas tempat upacara ngaben massalpengorong/peyadnyanbekas gria tempat tinggal pedande/pendeta dan tanah bekas pula untuk tidak memilih lokasi tanahbersudut tiga atau lebih dari bersudut di puncak ketinggian,di bawah tebing atau jalan juga kurang bagus untuk rumah karena membuat rejeki seret dan penghuninya akan sakit – juga tanah yang terletak di pertigaan atau di perempatan jalan simpang jalan tidak bagus untuk tempat tinggal tetapi cocok untuk tempat jenis ini termasuk tanah angker karena merupakan tempat hunian Sang Hyang Durga Maya dan Sang Hyang Indra Letak Bangunan Setelah direklamasi ditata diusahkan bangunan yang terletak di timur,lantainya lebih tinggi sebab munurut masyarakat bali selatan umumnya,bagian timur dianggap sebagai hulukepalayang menurut fungsui,posisi bangunan seperti itu memberi efek matahari tidak terlalu kencang,dan air tidak sampai ke bagian yang cocok untuk ditempatkan diareal itu adalah tempat suci keluarga yg disebut merajan atau diletakan di arah barat barat daya dihitung dari tempat yang di anggap sebagai hulu tempat suci atau di sebelah kiri pintu masuk areal rumah, karena menurut konsep lontar Asta Bumi,tempat ini sebagai letak Dewa dan lumbung tempat penyimpanan padi sedapat mungkin diletakan di sebelah timur atau utara di sebelah kanan pintu gerbang masuk rumah karena melihat posisi Dewa balai Bandung tempat tidur diletakan diarah utara,sedangkan balai adat atau balai gede ditempatkan disebelah timur dapur dan diselatan balai penunjang lainnya diletakkan di sebelah selatan balai Masuk Selain menemukan posisinya yang tepat untuk menangkap dewa air sebagai sumber rejeki ukuran pintu masuk juga harus diatur. Jika membuat pintu masuk lebih dari satu,lebar pintu masuk utama dan lainya tidak boleh tinggi lantainya juga tidak boleh sama. Lantai pintu masuk utama dibali berbentuk gapura/angkul – angkul harus dibuat lebih tinggi dari pintu masuk mobil menuju dibuat sama akan memberi efek kurang menguntungkan bagi penghuninya bisa boros atau sangat bagus bila di sebelah kiri sebelah timur jika rumah mengadap selatan diatur jambangan air pot air yang disi ikan Ini sebagai pengundang Dewa Bumi untuk memberi kesuburan seisi menempatkan benda – benda runcing dan tajam yang mengarah ke pintu masuk rumah seperti penempatan meriam kuno,tiang bendera,listrik dan tiang telepon atau tataman yang berbatang tinggi seperti pohon palm,karena membuat penghuninya sakit sakitan akibat dan tempat pembungan kotoran sedapat mungkin di buat di posisi hilir dan lebih rendah dari pintu menempatkan kolam di pekarangan rumah hendaknya dibuat di atas permukaan tanahbukan lobang.Kolam di buat di sebelah kanan pintu masuk dengan posisi memelu rumah,bukan keberadaan kolam yang tidak sesuai akan mempengaruhi kesehatan penghuni Desain Arsitektur di BaliPada abad ke-18 hingga ke-19, Arsitektur Bali berada pada puncak masa keemasannya, dengan tetap menjaga keluhuran pedoman dalam seni bangun ruang yang telah diajarkan oleh para leluhurnnya, para arsitektur atau ahli bangunan Bali mulai menunjukkan dinamismenya dalam setiap karya desain arsitektur yang dibuat dengan memberikan beberapa sentuhan modern namun tetap menjaga nilai-nilai keaslian bangunan Bali. Hal cukup menarik yang kita dapat masih dapat ditelusuri jejak sejarahnya hingga saat adalah pengaruh gaya arsitektur Eropa yang sempat hadir dalam seni arsitektur bangun Bali. Di tahun 40an, beberapa daerah di Bali Utara seperti Bungkulan terdapat beberapa rumah penduduk bali yang berbentuk menyerupai mansion kecil meten. Dengan Lengkungan khas style gaya Roma juga dapat ditemukan di beberapa rumah tinggal kaum elit waktu itu, istana dan beberapa hotel. Setelah memasuki abad ke-20 setelah bangsa Indonesia ini merdeka dari masa penjajahan pengaruh gaya arsitektur bangunan Belanda dan Jepang tetap ada di Bali, Seperti rumah milik Panglima dan Istana Presiden Tampak Siring adalah dua contoh terbaik arsitektur modern di satu hal yang menarik untuk diketahui, pemahaman dasar Bali tentang sebuah arsitektur bangunan sebaiknya tidak melebihi tinggi pohon kelapa kurang lebih 15 meter, namun sebelum ini disahkan dalam peraturan tetap yang resmi, Hotel bali Beach yang kini berubah nama menjadi Grand Inna Sanur sudah mulai dibangun dan dirintis langsung oleh presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno. Hingga saat ini seni arsitektur Bali terus berkembang mengikuti perkembangan zaman moderen, pengaruh dari berbagai belahan dunia dapat kita jumpai pada banyaknya bangunan hotel, restoran dan tempat umum lainnya. Namun satu hal yang pasti semua perbedaan yang ada itu seakan menyatu menjadi sebuah harmoni di pulau yang ajaib ini. Post Views 2,626
1. Sedang, banyak mempunyai Buruk, sering menemui Buruk, sering mendapat Baik, akan mendapat ilmu Buruk, sering mengalami Baik sekali, amat Baik, bisa menjadi Buruk, tidak disenangi oleh Buruk, sering sakit.
asta kosala kosali pintu rumah